Sabtu, 12 November 2011

de-industrialisasi indonesia , bagai tikus mati di lumbung padi

 by hendra messa

waktu kecil saya sering bepergian ke daerah bandung selatan, diajak menengok keluarga, atau sekedar main ke daerah wisata pegunungan bandung selatan. Melewati daerah sekitar dayeuhkolot, banjaran, Kopo, sering kagum melihat pabrik2 tekstil besar yg spt berjejer di pinggir jalan, melahap lahan2 subur pesawahan, jalanan pun sering macet saat para karyawan berangkat atau pulang kerja.
Selang 20 tahun berlalu, beberapa waktu yg lalu saya melewati lagi jalanan tersebut, namun keadaanya telah berubah. banyak pabrik2 besar yg telah ditutup dan ditinggal bagaikan menjadi rumah hantu besar, rumput dan alang2 menutupi lahan sekitarnya. Daerah majalaya dan cibaduyut yg jaman dulu, sering dibangga2kan pemerintah sebagai Sentra industry kecil kebanggaan, lebih mengenaskan lagi keadaan nya.  Industri tutup, pengangguran bertambah, namun alam sekitar tak bisa pulih kembali, tanah pun jadi tak subur, sungai2 jadi kotor, keadaan alam jadi rusak, banjir di musim hujan dan kekeringan di musim kemarau.
Itulah kondisi bandung selatan, namun akan berbeda sekali keadaan nya saat kita berjalan ke daerah bandung utara, yg sekarang jadi magnet bisnis baru, dimana berbagai pusat perbelanjaan, factory outlet dan wisata belanja lain nya, begitu dipenuhi org2, jalanan pun jadi macet setiap hari libur, sungguh sebuah ironi.
Kondisi  lokasi kawasan industry di Bandung selatan, hanyalah gambaran kecil dari berbagai kondisi umum pada kawasan2 industri di Indonesia saat ini, yg menyepi, namun pada sisi lain, pusat2 kota yg penuh pusat perbelanjaan dipenuhi orang.  Kata orang bisnis, lebih menguntungkan berbisnis jasa perdagangan ( wisata belanja) daripada bisnis di bidang produksi ( pabrik) yg banyak resiko namun profit rendah.
Bila kita berjalan ke berbagai kawasan industri lain nya di Indonesia, semisal kawasan2 industri besar di sepanjang jalan tol jakarta cikampek, kita mungkin akan kagum, lihat pabrik2 besar dg nama2 yg terkenal pula , tapi kalau ditilik lebih dalam lagi, pabrik2 tersebut tak lain sekedar jenis industri tukang jahit, dalam arti hanya sekedar fasilitas produksi dg memanfaatkan biaya murah pekerja indonesia, karena teknologi, bahan baku dan komponen2 utama nya berasal dari luar negeri, sampai uang nya berasal dari luar negeri pula, ke luar negeri pulalah sebagian besar keuntungan terbang, indonesia hanya kebagian bagian kecil keuntungan.
Industri2 besar yg dulu dibangun kerjasama dg pihak asing, dg ide awal utk alih teknologi dan keahlian, hanya jadi isapan jempol belaka, sebab mana mau pula, negara2 maju begitu baiknya, membagi teknologi nya pada indonesia, sehingga hakikatnya tak terjadi alih teknologi, semua rahasia desain & teknologi masih di principal pabrikan luar negeri, karena itulah disebut industri yg sekedar jadi tukang jahit doang.
Secara umum dalam istilah sosiologi industry nya, ialah bahwa industri2 indonesia sedang menghadapi kondisi de-industrialisasi, kemunduran industry. namun pada sisi lain, wabah konsumerisme yg menjangkit, telah membuat banyak pusat2 perbelanjaan dipenuhi orang.  Seperti sesuatu yg absurd, saat pusat2 produksi (pabrik-kawasan industry ) jadi sepi, tapi pada sisi lain pusat2 perdagangan ( mall, factory outlet dll) jadi ramai ?, darimana barang2 , produk tsb diproduksi ?.
sungguh mengenaskan ; baju2, sepatu sampai barang2 kecil yg dijual di pusat2 perbelanjaan di daerah Bandung utara tsb, bukan berasal dari pabrik2 di bandung selatan, tapi jauh dari seberang laut sana, made in china, tragis saat industry Indonesia perlu market yg kuat utk bisa maju, barang2 dari luar negeri yg membanjiri negeri ini.
Secara ekonomi, utk kondisi saat ini, berbisnis di bidang produksi tak begitu menarik dibanding berbisnis di bidang jasa perdagangan. Kata tman saya, si ngko yg dulu ayahnya buka pabrik kue di dekat rumah. Kalau buat pabrik, banyak masalah, tapi untung nya dikit & lama balik modalnya, mendingan dagang saja, resiko kecil, tapi untung besar dan cepat balik modal.
karikatur parody menarik bisa dilihat pada pusat perbelanjaan yg memampang besar, iklan dg gambar kisah lama industry garam di pulau jawa ( gudang garam), namun hakikatnya gudangnya pun tak ada lagi, industry garam telah hampir punah pula, tapi lambang gudang garam ( rokok) ada dimana2.
Dalam sosiologi masyarakat Indonesia saat ini berada dalam keadaan ; pada sisi produksi mengalami gejala de-industrialisasi, namun dalam sisi konsumsi para masyarakatnya terjangkit wabah konsumerisme yg parah.
Akibatnya, Indonesia sebaga bangsa jadi tak mandiri, karena tak punya  basis produksi yg kuat namun pada sisi lain sangat rakus dalam konsumsi. Dampak jangka panjangnya berakibat hilangnya kemandirian bangsa dan ketergantungan pada asing,mulai dari modal uang sampai barang. Padahal pada sisi lain, kita dikarunia alam yg kaya, sungguh mengenaskan, jadi ingat pepatah lama ; “bagai tikus mati di lumbung padi”.

0 komentar:

Posting Komentar