Menjelang istirahat suatu kursus pelatihan, sang pengajar mengajak para peserta untuk melakukan suatu permainan.
“Siapakah orang yang paling penting dalam kehidupan Anda?” Pengajar pun meminta bantuan seorang peserta maju ke depan kelas, dan mulai melakukan permainan itu.
“Silakan tulis 20 nama yang paling dekat dengan kehidupan Anda saat ini”
Peserta perempuan itu pun menuliskan 20 nama di papan tulis. Ada nama tetangga, teman sekantor, saudara, orang-orang terkasih dan lainnya. Kemudian pengajar itu menyilakan memilih, dengan mencoret satu nama yang dianggap tidak penting. Lalu siswi itu mencoret satu nama, tetangganya.
Selanjutnya pengajar itu menyilakan lagi siswinya mencoret satu nama yang tersisa, dan siswi itu pun melakukannya, sekarang ia mencoret nama teman sekantornya. Begitu seterusnya.
Sampai pada akhirnya di papan tulis hanya tersisa 3 nama. Nama orang tuanya, nama suami serta nama anaknya. Di dalam kelas tiba-tiba terasa begitu sunyi. Semua peserta pelatihan mengalihkan pandangan ke pengajar. Menebak-nebak apa yang selanjutnya akan dikatakan oleh pengajar itu. Ataukah, selesai sudah tak ada lagi yang harus di pilih.
Namun di keheningan kelas sang pengajar berkata, “Coret satu lagi!”
Dengan perlahan dan agak ragu siswi itu mengambil spidol dan mencoret satu nama. Nama orangtuanya.
“Silakan coret satu lagi!”
Tampak siswi itu larut dalam permainan ini. Ia gelisah. Ia mengangkat spidolnya tinggi-tinggi dan mencoret nama yang teratas dia tulis sebelumnya. Nama anaknya. Seketika itu pun pecah isak tangis di kelas.
Setelah suasana sedikit tenang, pengajar itu lalu bertanya, “Orang terkasih Anda bukan orangtua dan anak Anda? Orangtua yang melahirkan dan membesarkan Anda. Anda yang melahirkan anak. Sedang suami bisa dicari lagi. Mengapa Anda memilih sosok suami sebagai orang yang paling penting dan sulit dipisahkan?”
Semua mata tertuju pada siswi yang masih berada di depan kelas. Menunggu apa yang hendak dikatakannya. “Waktu akan berlalu, orangtua akan pergi meninggalkan saya. Anak pun demikian. Jika ia telah dewasa dan menikah, ia akan meninggalkan saya juga. Yang benar-benar bisa menemani saya dalam hidup ini hanyalah suami saya,” ucap siswi tersebut.
Kehidupan itu bagaikan bawang bombay. Ketika dikupas selapis demi selapis, akan habis. Dan adakalanya kita dibuat menangis.
Bagi sahabat yang sudah memiliki pasangan hidup (suami/istri, tanpa mengurangi rasa sayang kepada orang-orang terdekat lainnya) semoga pasangan hidup kita tetap menjadi pasangan sejati, yang hanya kematian yang bisa memisahkan.
Source : salamsuper.com
0 komentar:
Posting Komentar