Jumat, 29 Juli 2011

Kisah Amru Bin Ash

Amru bin Ash merupakan salah seorang yang cerdik dan jenius di zamannya. Lantang, fasih berbicara dan merupakan orang yang jago dalam soal negosiasi dengan orang lain, tidak hanya itu saja Amru bin Ash memiliki daya pikir yang luar biasa dan memiliki pandangan yang jauh. Ayahnya bernama Ash bin Wail; seorang tokoh dan penguasa bangsa Quraisy. Dalam sejarah kehidupannya, Amru bin Ash meninggalkan kenangan yang mengagumkan dan menarik perhatian dunia selama kurun waktu yang amat panjang.

Pada saat sebagian kaum Muslimin hijrah ke Habasyah atas izin Rasulullah, bangsa Quraisy tidak mendapatkan orang yang pantas untuk merayu Najasyi, raja Habasyah ketika itu, untuk mengembalikan kaum Muhajirin kecuali Amru bin Ash. Bangsa Quraisy memilihnya karena mengetahui kecerdikan dan jago dalam soal negosiasi serta yang paling penting Amru bin Ash mempunyai hubungan yang erat antara Raja Najasyi. Akan tetapi, Amru bin Ash tidak berhasil membujuk raja Najasyi untuk mengembalikan orang Muhajirin kembali ke Makkah.

Pada awal masuknya Islam Amru bin Ash, selalu menentang ajaran Rasulullah dalam penyebaran Islam di tanah Makkah dan sekitarnya. Setelah tahun ke 8 H Amru bin Ash, Khalid bin Walid, dan Utsman bin Thalhah langsung menyampaikan janji setia kepada Rasulullah, sedangkan Amru bin Ash memegangi tangan Rasulullah, hingga membuat beliau berseru, “Kenapa kamu ini wahai Amru?” Dia menjawab, “Saya akan menyampaikan janji setia asal Allah mengampuni dosa-dosaku yang telah lewat.” Kemudian Rasulullah menjawab, “Islam dan Hijrah menghapus hal-hal yang telah lalu.” Dia pun menyampaikan sumpah suci.

Enam bulan setelah masuk Islam, Amru bin Ash bersama Rasulullah menaklukkan Kota Makkah dalam peristiwa Fathul Makkah. Dia adalah panglima perang yang bijak dalam mengatur strategi peperangan.

Amru bin Ash adalah panglima perang yang menaklukkan Baitul Maqdis dan Mesir dari cengkeraman Romawi. Dia kemudian dilantik sebagai gubernur Mesir oleh Umar bin Khathab, tetapi kemudian dipecat oleh Khalifah Utsman bin Affan. Selanjutnya Mu’awiyah bin Abu Sufyan melantik kembali beliau menjadi gubernur Mesir.

Pada masa Abu Bakar Sidik, Amru bin Ash memiliki peran yang besar dalam memerangi orang-orang yang murtad. Sedangkan di waktu pemerintahan Khalifah Umar bin Khathab, Amru bin Ash berhasil menaklukkan Palestina dan Mesir. Tidak perlu dijelaskan lagi tentunya betapa penting dua penaklukan itu. Penaklukan Palestina telah memberikan keamanan daerah pantai Syria kepada kaum Muslimin. Penaklukan Mesir adalah pintu gerbang Islam menuju Afrika, negeri-negeri Arab Maghribi dan Spanyol di kemudian hari.

Amru bin Ash adalah seorang yang mempunyai pemikiran tajam, cepat tanggap dan mempunyai pandangan ke depan, sehingga Umar bin Khathab, setiap ia melihat seorang yang singkat akal, lalu bertepuk tangan dengan keras karena herannya, Seraya katanya: “Subhanallah. Sesungguhnya Pencipta orang ini dan Pencipta Amru bin ‘Ash, hanyalah Tuhan Yang Tunggal, keduanya sama benar”.

Amru bin Ash merupakan orang pemberani dan jago dalam siasat perang, dalam beberapa peristiwa keberaniannya dan strategi tersebut selalu di perlihatkan di waktu tentaranya melawan pasukan kafir, hingga disangka seorang pengecut. Padahal itu tiada lari dari tipu muslihat melainkan kecerdikan mengagumkan untuk membebaskan dirinya dan tentara Muslim dari bahaya yang mengancamnya.

Umar bin Khathab mengenal bakat dan kelebihan seorang Amru bin Ash dengan baik, oleh sebab itu, sewaktu ia dikirim ke Syria sebelum pergi ke Mesir, ada satu sahabat mengatakan kepada Umar bin Khathab bahwa tentara Romawi dipimpin seorang Arthabon, seorang panglima perang yang lihai dan gagah berani. Lalu Umar bin Khathab menjawab, “Kita hadapkan Arthabon Romawi kepada Arthabon Arab, dan baiklah kita saksikan nanti bagaimana akhir peperangan tersebut, Ternyata bahwa pertarungan itu berkesudahan dengan kemenangan mutlak bagi Arthabon Arab dan ahli tipu muslihat mereka yang ulung Amru bin Ash. Sehingga Arthabon Romawi, meninggalkan tentaranya menderita kekalahan”.


Sekiranya kita ingin menyaksikan bagaimana kelicinan serta kesigapan seorang Amru bin Ash, yakni ketika dia diundang oleh komandan benteng atau oleh Arthabon Romawi untuk berunding, dan sementara itu komandan Romawi telah menyuruh beberapa orang anak buahnya untuk menggulingkan batu besar ke atas kepalanya sewaktu ia hendak pulang meninggalkan benteng itu, sementara segala sesuatu dipersiapkan, agar rencana tersebut dapat berjalan lancar dan menghasilkan apa yang dimaksud mereka.

Amru bin Ash pun berangkat menemui komandan, tanpa sedikit pun menaruh curiga, dan setelah berunding mereka berpisahlah. Tiba-tiba dalam perjalanan ke luar benteng, terlihatlah olehnya di atas tembok gerakan yang mencurigakan, hingga membangkitkan gerakan refleksnya dengan amat cepatnya, dan dengan tangkas berhasil menghindarkan diri dengan cara yang mengagumkan.

Kemudian ia kembali datang ke komandan benteng dengan langkah-langkah yang tepat dan tegap serta kesadaran tinggi yang tak pernah goyah, seolah-olah ia tak dapat dikejutkan oleh sesuatu pun dan tidak dapat dipengaruhi oleh rasa curiga. Kemudian ia masuk ke dalam, lalu berkata kepada komandan: “timbul dalam hatiku suatu pikiran yang ingin kusampaikan kepada Anda sekarang ini. Di pos komandoku sekarang ini sedang menunggu segolongan sahabat Rasulullah angkatan pertama masuk Islam, yang pendapat mereka biasa didengar oleh Amirul Mukminin untuk mengambil sesuatu keputusan penting. Bahkan setiap mengirim tentara, mereka selalu diikutsertakan untuk mengawasi tindakan tentara dan langkah-langkah yang mereka ambil. Maka maksudku hendak membawa mereka ke sini agar dapat mendengar dari mulut Anda apa yang telah kudengar, hingga mereka peroleh penjelasan yang sebaik-baiknya mengenai urusan kita ini.

Komandan Romawi itu secara bersahaja maklum karena nasib mujurnya, Amru bin Ash lolos dari pikiran busuknya yang mau melempari batu dari atas benteng, dengan sikap gembira ia menyetujui usul Amru bin Ash, sehingga komandan Romawi berharap semoga Amru bin Ash kembali membawa pemimpin-pemimpin Islam, ia akan dapat menjebak mereka semua, daripada hanya Amru in Ash seorang diri. Kemudian dengan cara sembunyi-sembunyi hingga tidak diketahui oleh Amru bin Ash, dipertahankan perangkap tersebut dengan menunggu para pemimpin Islam, guna menghabisi mereka semua, gumamnya dalam hati.

Lalu Amru bin Ash dilepaskan dengan besar hati dan disalaminya dengan hangat, kemudian Amru bin Ash disambut oleh ahli siasat dan tipu muslihat Arab itu dengan tertawa dalam hati. Di waktu subuh keesokan harinya, dengan memacu kudanya yang meringkik keras dengan nada bangga dan mengejek, Amru bin Ash kembali memimpin pasukan Islam menuju benteng Mesir yang di kuasai oleh bangsa Romawi. Akhirnya Mesir bisa di taklukkan oleh Amru bin Ash beserta tentaranya.

Di saat-saat akhir hayatnya Amru bin Ash pernah meriwayatkan dirinya, dengan berkata “Pada mulanya aku ini seorang kafir, dan orang yang amat keras sekali terhadap Rasulullah, hingga seandainya aku meninggal pada saat itu, pastilah masuk neraka. Kemudian aku baiat kepada Rasulullah, maka tak seorang pun di antara manusia yang lebih kucintai, dan lebih mulia dalam pandangan mataku, daripada beliau Rasulullah. Dan seandainya aku diminta untuk melukiskannya, maka aku tidak sanggup karena disebabkan hormatku kepadanya, aku tak kuasa menatapnya sepenuh mataku.

Maka seandainya aku meninggal pada saat itu, besar harapan akan menjadi penduduk surga. Kemudian setelah itu, aku diberi ujian dengan memperoleh kekuasaan. Aku tidak tahu, apakah ujian itu akan membawa keuntungan bagi diriku ataukah kerugian”.

Setelah selesai bercerita, kemudian diangkatnya kedua tangannya ke arah langit dengan hati tawaduk dan tunduk sambil memunajat kepada Allah sang Maha Pemilik lagi Maha Pengampun “Ya Allah, aku ini orang yang tak luput dari kesalahan, maka mohon dimaafkan dan aku seorang yang lemah, maka mohon diberi pertolongan. Sekiranya aku tidak memperoleh rahmat karunia-Mu, pasti celakalah nasibku ini”.

Doa demi doa dihaturkan kepada Allah untuk meminta ampunan dan menghinakan dirinya, sehingga ruh yang agung tersebut diangkat oleh Allah, dengan menutup matanya sambil melantunkan lafal “La ilaha iIllah wa ashha duanna Muhammadar rasulullah”. Di pangkuan bumi Mesir, negeri yang diperkenalkannya dengan ajaran Islam itu, bersemayamlah tubuh Amru bin Ash.

Sungguh indah dan nikmat, jika seseorang di akhir hayatnya masih terpatri keimanan dan keislaman di dalam dadanya. Dan melantunkan kalimat syahadatain dari kedua bibirnya. Maka kita sebagai orang Islam, ingin matinya dalam keadaan yang husnulkhatimah, seperti wafatnya Amru bin Ash. Amin…

0 komentar:

Posting Komentar