Senin, 09 April 2012

Menjadi Kakek Seperti Rasulullah

Musnad no. 8899 diriwayatkan:
قال أبو هريرة: سَمِعْتُ أَبَا الْقَاسِمِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أُتِيَ بِتَمْرٍ مِنْ تَمْرِ الصَّدَقَةِ فَأَمَرَ فِيهِ بِأَمْرِهِ فَحَمَلَ الْحَسَنَ أَوْ الْحُسَيْنَ عَلَى عَاتِقِهِ فَجَعَلَ لُعَابُهُ يَسِيلُ عَلَيْهِ فَنَظَرَ إِلَيْهِ فَإِذَا هُوَ يَلُوكُ تَمْرَةً فَحَرَّكَ خَدَّهُ وَقَالَ أَلْقِهَا يَا بُنَيَّ أَمَا شَعَرْتَ أَنَّ آلَ مُحَمَّدٍ لَا يَأْكُلُونَ الصَّدَقَةَ
ِAbu Hurairah berkata: Rasulullah kedatangan kurma shadaqah. Beliau pun membaginya. Kemudian menggendong Hasan atau Husain di pundaknya. Air liurnya mengalir mengenai beliau. Nabi melihatnya, ternyata Hasan sedang mengulum kurma. Nabi menggerak-gerakkan pipinya dan berkata: Buang nak, tidakkah kamu tahu bahwa keluarga Muhammad tidak memakan shadaqah.
Abu Muslim al Kajji (Fathul Bari 3/355, MS) menambahkan dalam riwayatnya bahwa Nabi memukul-mukul rahangnya.
Riwayat-riwayat di atas saling melengkapi. Di mana Rasulullah sedang berada di masjid dengan para shahabatnya di antaranya Abu Hurairah radhiallahu anhu. Saat itu Nabi sedang membagi kurma shadaqah yang baru datang untuk yang berhak menerimanya. Setelah selesai membagikan, Nabi pun pergi menggendong Hasan sang cucu di atas pundaknya. Nabi merasakan air liur Hasan mengalir menetes ke beliau. Nabi pun memperhatikannya. Ternyata Hasan sedang mengulum kurma shadaqah. Nabi tidak menyadari bahwa Hasan telah memasukkan kurma shadaqah ke dalam mulutnya. Maka Nabi pun segera berkata kepada Hasan: Hekh…hekh…hekh…, buang nak!
Hasan tidak kunjung mengeluarkannya. Sehingga Nabi pun menggerak-gerakkan pipi Hasan dan memukul-mukul ringan rahangnya agar kurma itu dikeluarkan. Hingga nabi pun mengeluarkan kurma itu dari mulut Hasan. Dan Nabi menjelaskan: Tidakkah kamu tahu bahwa kita keluarga Muhammad tidak boleh memakan shadaqah.
Ini pelajaran, kalau tidak mau disebut sebagai cambuk bagi para kakek dan nenek hari ini. Pola pendidikan yang sering berbeda antara bapak ibu dan kakek nenek merupakan penyebab dari kelahiran jiwa yang timpang pada anak. Di satu sisi bapak ibunya melarang, tapi kakek neneknya mengizinkan. Bukan hanya pelanggaran terhadap kesepakatan yang telah dibuat di rumah. Tetapi juga mengajari kebiasaan tidak konsisten terhadap aturan. Selain juga membuka celah bagi para cucu untuk ‘mengadu’ antara bapak ibu dan kakek neneknya. Seorang anak tahu kemana dia lari jika dilarang oleh bapak ibunya, agar dia bisa mendapatkan keinginannya. Ya, lari ke kakek neneknya.
Jika begitu model pendidikan anak, maka akan muncul jiwa yang tidak kokoh. Mudah mengakali sesuatu. Mental mudah melanggar aturan.
Sekali, dua kali, tiga kali. Terus tanpa disadari menitipkan cucu kepada kakek nenek yang seperti ini merusak anak dan masa depannya.
Maka, Rasulullah mengajarkan pada kisah di atasbagi para kakek nenek agar menjadi kakek nenek yang mampu melarang cucunya bahkan memaksanya untuk menghentikan perbuatan salahnya. Tidak luluh oleh sekadar tangisan cucu. Tidak runtuh oleh rengekannya. Kalau memang sebuah kesalahan, maka harus dihentikan.
Tidak ada dalih yang sering kita dengar: Ah…biarkan masih kecil kan…
Tidak ada dalih acap kali kita ucapkan: Ah…biarlah cuma sekali saja, tidak sering kok…
Karena tidak boleh kompromi pada kesalahan. Tidak boleh dibiarkan jika itu adalah dosa. Tidak boleh diabaikan jika itu menyebabkan mereka terbiasa melanggar dan menyepelekan dosa. Karena setiap kita tidak mau mereka terjerumus dalam neraka Allah.
Imam Ibnu Hajar (Fathul Bari 3/355, MS) menjelaskan hadits di atas,
“Bolehnya memasukkan anak-anak ke masjid, menegur mereka untuk hal yang manfaat dan melarang mereka dari hal yang membahayakan dan haram. Walaupun mereka masih belum mukallaf (baligh), agar mereka terlatih untuk itu.”
Subhanallah, kesimpulan pendidikan yang sangat menarik. Hasan ketika itu masih kecil. Belum mencapai usia baligh. Tetapi begitulah, latihan sangat penting. Agar mereka belajar dari hari ke hari. Hingga saat usia tanggung jawab itu tiba, mereka telah terbiasa melakukan kebaikan dan menjaga diri dari kemungkaran dan dosa.
Tak hanya menegur. Tetapi juga melarang. Bahkan lebih dari itu semua, kembalilah melihat riwayat di atas. Bagaimana Rasulullah menggunakan tiga tahap melarang cucunya:
-Menegur dengan kalimat (hekh…hekh…hekh…), sebuah kalimat yang mengisyarakatkan agar cucunya membuang makanan haram dalam mulutnya. Saat ini tidak mempan, maka Nabi melakukan tindakan lebih nyata,
-Menguncang-guncang pipi dan memukul-mukul ringan rahang cucunya. Dengan tindakan itu, diharapkan bahwa kurma jatuh dari dalam mulut Hasan. Saat itu pun tidak bisa mengeluarkan barang haram tersebut, maka Nabi
-Mengeluarkan langsung dari mulut Hasan. Ini tindakan terakhir ketika tidak ada jalan lain kecuali dengan memaksanya.
Dengan pola pendidikan seperti ini, tidak usah lagi diragukan hasilnya. Silakan lihat biografi Hasan. Dan jumpai sosok tokoh besar di seantero dunia Islam dan bahkan sempat menjadi orang nomor satu di negeri Islam (khalifah).
Jadi para kakek dan nenek –hafidzokumallah (semoga Allah menjaga kakek dan nenek)-, semua ingin cucunya kelak menjadi orang yang sholeh dan berhasil seperti Hasan. Tidak ada yang mau menghancurkan masa depan cucunya.
Maka, jika ada kakek nenek yang dititipi cucu, berlakulah seperti Rasulullah. Berani melarang jika cucunya hendak atau sedang melakukan kesalahan. Tidak membiarkan, mengabaikan, apalagi mengizinkan. Tidak luluh oleh air mata. Tidak runtuh oleh rengekan.
Wallahu A’lam

0 komentar:

Posting Komentar