Ada sahabat yang bertanya, “Ketika terlihat ada wanita yang menitikkan air mata di pinggir jalan, apakah itu berita baik atau buruk?” Tentu susah menjawabnya hanya dengan melihat linangan air mata saja. Karena air mata adalah tanda-tanda dari banyak sekali situasi emosi di dalam. Ada yang menjadi representasi rasa sedih yang mendalam. Ada juga yang menjadi wakil dari rasa syukur yang mendalam. Ada yang bahkan berani meng-claim sebagai terbukanya pintu jiwa terhadap jiwa yang lebih besar. Dan tentu saja tidak ada yang melarang untuk berargumentasi apa saja tentang air mata. Entah benar entah salah, ada juga sahabat yang berani menyebutkan kalau air mata adalah tanda-tanda kedangkalan. Bukankah dengan keluarnya air mata berarti ada bagian-bagian tertentu dari dinding emosi yang terlalu peka? Ada yang bertukar sebaliknya. Air mata adalah cermin kedalaman. Bukankah hanya kedalaman yang bisa melampaui logika kemudian berlinang air mata?
Entahlah, yang jelas demikianlah manusia. Teramat suka untuk menerangkan dan menjelaskan. Seolah-olah hanya dengan keterangan dan penjelasan saja perjalanan hidup bisa membahagiakan. Di luar keterangan dan penjelasan yang ada hanya ruang gelap yang membahayakan. Kalau memang logika manusia bisa menjelaskan semuanya, mungkin manusia tidak perlu lagi bertanya dan mencari. Kita semua cukup membuka album-album jawaban dalam sejarah manusia yang cukup panjang. Kalau ruang-ruang terang kehidupan pasti menjamin kepastian hidup bahagia, tentu semua filsuf mengakhiri hidupnya dengan bahagia.
Seorang guru pernah bertutur jernih tentang percakapan dua orang yang kedalaman ilmunya berbeda. Di tengah danau yang indah, seorang ilmuwan bercerita bangga tentang ilmunya kepada pengayuh perahu yang buta huruf. Semua buku telah ia baca. Semua ilmu sudah dijelajahi. Sejumlah tempat telah dikunjungi. Sehingga ilmuwan ini menantang pengayuh perahu ini untuk bertanya apa saja dan dijamin ia pasti bisa menjawabnya. Dengan polos pengayuh perahu ini bertanya tentang ilmu berenang. Dan dengan enteng dijawab strategi berenang yang baik harus begini dan begitu. Namun tiba-tiba ada angin berembus kencang dan membalikkan perahu. Kedua-duanya jatuh dari perahu, dan dengan sangat ketakutan ilmuwan tadi berteriak minta diselamatkan.
Inilah yang disebut swimologi. Belajar berenang hanya dengan melihat-lihat gambar orang berenang. Dan tidak ada satu perenang pun bisa berenang baik hanya dengan melihat gambar. Hal serupa juga terjadi dengan air mata. Airnya serupa. Keluarnya sama-sama dari mata manusia. Bahkan bisa jadi terjadi di tubuh manusia yang juga sama. Namun, pengalaman batin di dalam tentu saja berbeda. Ketika kita menangis meminta mainan di masa kanak-kanak, tentu keluar air mata. Tatkala mengalami kesedihan mendalam seperti kehilangan orangtua misalnya, tentu keluar air mata. Manakala jiwa ini berjalan jauh di jalan-jalan Tuhan, tentu keluar air mata. Namun ketiga-tiganya mewakili tiga hal yang amat berbeda di dalam. Sehingga menimbulkan pertanyaan, “Apa itu air mata?”
Dan penekun biologi tentu punya jawaban. Demikian juga dengan penekun emosi. Dan ada yang berpendapat lain. Thomas Merton dalamDialogues with Silence bertutur sederhana: “The darkness is enough”. Bila penekun biologi, emosi dan lain-lain hanya suka hal-hal yang jelas dan terang, Merton berucap kalau kegelapan pun sudah cukup. Tentu kegelapan ala Merton bukan sembarang kegelapan. Buka kegelapan yang tidak didahului oleh bertumbuh dewasanya jiwa manusia. Bukan kegelapan yang disinari cahaya-cahaya frustasi. Bahkan ada yang mengatakannya serba bukan. Sehingga lidah manusia kehilangan kata-kata untuk menerangkannya.
Coba perhatikan apa yang ditulis Thomas Merton dalam karya jernih sekaligus bening ini, “I am made your peace… I will not wound myself anymore with details with which I have surrounded myself like thorns”. Diri ini terbuat hanya dari roh kedamaian. Biarlah ia tidak lagi terluka oleh rincian-rincian penjelasan yang demikian berduri. Tidak sembarang perjalanan bisa sampai di tingkat kedewasaan ini, tentu mudah dimaklumi kalau kegelapan pun berani diberi judul cukup.
Lain Merton lain lagi kata seorang sahabat. Perjalanan ke dalam, serupa dengan mengupas bawang merah. Di setiap tingkatan warnanya berbeda. Ada yang menyebut merah, merah keputih-putihan, putih kemerah-merahan sampai dengan putih. Dan tentu tidak dilarang untuk berdebat. Namun bagi siapa saja yang sudah mengupasnya secara tuntas, ia kehilangan kata-kata. Hanya tersisa air mata. Setiap kata-kata tidak saja gagal menjelaskan, namun juga mudah sekali melukai. Sehingga bisa dimaklumi, kalau dalam salah satu penggal perjalanan hidup Rumi tersisa sebuah cerita menyentuh. Di sebuah waktu di malam musim dingin yang pekat, Rumi hanya mengenal berdoa, berdoa, dan berdoa. Dalam kedalaman doa, ia berurai air mata. Dan ketika pagi menjelang, yang tersisa hanya seorang pendoa yang kumis dan janggutnya sudah membeku jadi es. Adakah yang bisa menemukan cerita air mata berguna di sana?
Gede Prama, Kebahagiaan yang Membebaskan “Menghidupkan Lentera di dalam Diri”, PT Gramedia Pustaka umum
1 komentar:
Sesungguhnya, Allåh Subhanahu wa ta’ala tidak pernah keliru menciptakan sesuatu. Dari tetesan air mata saja terkandung berjuta makna yang menyiratkan kasih sayang dan kemahaluasan ilmu Allåh
Air mata sangat ampuh untuk menarik perhatian orang-orang yang ada di sekitarnya, di sekitar kita
Dengan air matalah seorang anak bisa “memaksa” sang ibu untuk memberikan air susu serta aneka perhatian.
Sebagai sarana mengekspresikan emosi, tetesan air mata mengkomunikasikan sejumput pesan dengan makna-makna tertentu. Ia mengekspresikan suasana hati yang terdalam, entah sedih, gembira, takut, atau sakit.
Bukankah hati hanya bisa disentuh oleh hati? Karena itu tidak heran jika air mata bisa meluluhkan hati yang keras, menaklukkan sesuatu yang tidak bisa ditaklukkan dengan pedang. Sesungguhnya, air mata pun bisa menjadi alat komunikasi yang sangat canggih antara seorang hamba dengan penciptanya sekaligus sesembahannya. Betapa
tidak, tetesan air mata karena Allåh menjadikan pemilik mata terjauh dari neraka. Råsulullåh Shallallaahu ‘alaihi wa Salam bersabda :
“Tidak akan masuk ke dalam api neraka seseorang yang menangis karena takut kepada Allåh hingga air susu (yang sudah keluar) kembali ke tempat asalnya.” (Sunan al-Tirmidzi no. 1633, berkata Abu Isa, “Hadits ini hasan sahih.”)
dalam hadist lain;“...mendapat perlindungan Allåh pada hari yang tiada perlindungan kecuali perlindungan-Ny…,dan seorang yang berdzikir kepada Allåh di tempat yang sunyi kemuddian kedua matanya bercucuran air mata.”( Shåĥiĥ al-Bukhåri no. 660 dan Shåhih Muslim no. 1031.)
Berdasar berita dalam hadits kedua tersebut air mata bisa mendatangkan pertolongan Allåh diakhirat kelak. Salah satunya adalah orang yang menangis saat tengah berkhalwat dengan Allåh. Ia menangis karena besarnya rasa takut dan harap kepada Allåh. Air mata pun bisa mempercepat ijabahnya doa-doa. Efek tetesannya mampu menembus batas-batas dimensi. Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu...
Posting Komentar