Sa’ad bin Abi Waqash merupakan salah satu orang yang pertama kali masuk Islam. Dia berasal dari Bani Zuhrah dari suku Quraisy, termasuk paman Nabi dari pihak ibunya. Sa’ad mempunyai anak yang bernama Umar bin Sa’ad, pemimpin dari pasukan yang membunuh Husain bin Ali pada peristiwa Karbala.
Ayah sa’ad adalah Malik bin Ahib dari Bani Abdi Manaf, Ibunya adalah Himmah binti Sufyan bin Umayyah. Setelah ayahnya meninggal dunia, ibunya bersusah payah untuk menghidupi dan mendidiknya bersama dengan saudaranya, hingga datanglah Islam. Kemudian mereka berseberangan jalan.
Sa’ad di lahirkan di Kota Makkah. Dia terkenal sebagai pemuda yang serius dan memiliki pemikiran yang cerdas. Ciri-ciri Sa’ad sangat gampang dikenali oleh orang, karena sosoknya pendek, namun bertubuh tegap dengan rambut pendek. Orang Arab menyebut dengan “singa muda”. Dia berasal dari keluarga bangsawan yang kaya raya dan sangat di sayangi oleh kedua orang tuanya. Pekerjaan Sa’ad pada waktu jahiliah adalah membuat panah. Pada waktu masuk Islam Sa’ad terkenal sebagai seorang pemanah dan penunggang kuda yang lihai. Meski berasal dari Makkah, dia sangat benci pada agamanya dan cara hidup yang dianut masyarakatnya. Dia membenci praktik penyembahan berhala yang membudaya di Makkah saat itu.
Sa’ad masuk Islam pertama kali di ajak oleh Abu Bakar menemui Rasulullah di sebuah perbukitan dekat Makkah. Pertemuan itu yang sangat mengesankan Sa’ad yang baru menginjak usia 20 tahun.
Namun tak dinyana oleh Sa’ad, keislamannya mendapat tantangan keras terutama dari keluarga dan anggota sukunya. Dalam sejarah di sebutkan bahwa akibat Sa’ad masuk Islam Ibunya mengancam akan bunuh diri. Selama beberapa hari, Ibunda Sa’ad tidak makan dan minum sehingga badannya kurus dan lemah. Meski di bujuk rayu oleh Sa’ad ibunya tetap tidak mau makan jika Sa’ad tidak kembali ke agama lamanya. Namun, Kalimat Syahadatain telah terpatri di dadanya, Sa’ad tetap pada pendiriannya tidak melepaskan agama Islam yang di percayainya walaupun sangat cinta pada Ibunya.
Mendengar kekerasan hati Sa’ad sang ibu akhirnya menyerah dan mau makan kembali. Fakta ini memberikan bukti kekuatan dan keteguhan iman Sa’ad bin Abi Waqash. Di masa-masa awal masuknya Islam.
Keberanian dan ketegasan serta ketegaran Sa’ad bin Abi Waqash tidak bisa di ragukan lagi. Semangatnya mampu menenggelamkan rasa takut dalam dirinya. Ini terbukti saat memimpin pasukan Islam melawan tentara Persia di Qadasiyyah. Peperangan ini merupakan peperangan terbesar umat Islam.
Sebagai seorang muslim yang taat terhadap perintah Allah dan Rasul-Nya, Sa’ad bin Abi Waqash selalu berlandaskan Islam. Termasuk urusan jihad fisabilillah, dalam karier kemiliterannya betul-betul menunjukkan prestasi yang gemilang. Kemenangan itu diperoleh dengan cara tuntunan yang sesuai dengan ajaran Islam. Ini ditunjukkan pada peperangan Qadisiyyah.
Pada waktu itu, Sa’ad bersama tiga ribu pasukannya, dia berangkat menuju Qadasiyyah. Di antara mereka terdapat sembilan veteran perang Badar, lebih dari 300 mereka yang ikut serta dalam ikrar Riffwan di Hudaibiyyah, dan 300 di antaranya mereka yang ikut serta dalam memerdekakan Makkah bersama Rasulullah. Lalu ada 700 orang putra para sahabat, dan ribuan wanita yang ikut serta sebagai perawat dan tenaga bantuan.
Sebelum memulai peperangan, atas instruksi Umar bin Khathab yang menjadi khalifah di saat itu, Sa’ad mengirim surat kepada kaisar Persia, Yazdagird dan Rustum, yang isinya undangan untuk masuk Islam. Delegasi Muslim yang pertama berangkat adalah An-Numan bin Muqarrin yang kemudian mendapat penghinaan dan menjadi bahan ejekan Yazdagird. Sa’ad kembali mengirimkan utusan untuk kedua kalinya yaitu Rubiy bin Amir. Namun, utusan itu malah ditawarkan kemewahan duniawi. Namun Rubiy tidak berpaling dari Islam dan menyatakan bahwa Allah lebih menjanjikan kemewahan yang tiada taranya yaitu Surga.
Para delegasi Muslim kembali setelah pemimpin itu menolak tawaran masuk Islam. Melihat hal tersebut, air mata Sa’ad bercucuran karena dia terpaksa harus berperang yang berarti mengorbankan nyawa orang Muslim dan orang-orang kafir. Sebab kejadian itu Sa’ad jatuh sakit karena tidak kuat menanggung kepedihan jika peperangan harus terjadi. Begitu mulianya hati Sa’ad kepada musuh masih menggunakan Akhlak yang mulia, dengan menggunakan negosiasi penawaran masuk Islam kepada pemimpin Persia sampai dua kali berturut-turut. Sa’ad tahu pasti, bahwa peperangan ini akan menjadi peperangan yang sangat keras yang akan menumpahkan darah dan mengorbankan banyak nyawa.
Namun apa boleh buat, Sa’ad sadar perjuangan ini harus di lanjutkan demi menegakkan kalimat Allah di muka bumi, dengan membaca takbir, Sa’ad bersama pasukan Islam memulai peperangan. Selama empat hari, peperangan berlangsung tanpa henti dan menimbulkan korban dua ribu Muslim dan sepuluh ribu orang Persia. Peperangan Qadisiyyah merupakan salah satu peperangan terbesar dalam sejarah dunia, dalam peperangan ini di menangkan oleh orang-orang Muslim.
Pada waktu Rasulullah masih hidup, Sa’ad bin Abi Waqash, pernah di puji sebagai salah seorang ahli surga. Bila pada saat pertemuan mereka dalam haji Wada’ Sa’ad baru dikaruniai seorang anak perempuan, maka dalam tahun-tahun berikutnya Allah mengaruniakan beberapa orang anak laki-laki kepada Sa’ad. Umurnya yang panjang itu diisi dengan berbagai amal saleh dan upaya menegakkan agama Allah, bahkan dari sekian sahabat Rasulullah Sa’adlah yang diberikan umur panjang dan sahabat yang paling terakhir wafat, di antara para sahabat-sahabat Rasulullah yang dijamin masuk surga. Sa’ad bin Abi Waqash adalah kaum Muhajirin terakhir, yang dipanggil menghadap ke hadirat Allah, membawa segala amal perbuatannya yang akan senantiasa tercatat dengan tinta emas, dalam setiap kitab sejarah perjuangan Islam.
Selain kaya raya dan kedermawanannya dalam membelah agama Allah dan Rasulnya. Ada dua hal penting yang selalu menjadikan Sa’ad dikenang dan istimewa dalam sejarah Islam, yaitu pertama, bahwa dialah yang pertama kali melepaskan anak panah dalam membela agama Allah, sekaligus orang yang pertama tertembus anak panah. Kedua, Sa’ad adalah satu-satunya orang yang dijamin oleh Rasulullah dengan jaminan kedua orang tua beliau. Sabda Rasulullah pada saat perang Uhud: “Panahlah hai Sa’ad. Ibu bapakku menjadi jaminan bagimu”
Sa’ad juga merupakan salah satu sahabat yang dikaruniai kekayaan yang juga banyak digunakannya untuk kepentingan dakwah. Ia juga dikenal karena keberaniannya dan kedermawanan hatinya. Menjelang wafatnya, Sa’ad meminta putranya untuk mengafaninya dengan jubah yang dia gunakan dalam perang Badar. “Kafani aku dengan jubah ini karena aku ingin bertemu Allah SWT dalam pakaian ini”, ujarnya.
Sa’ad bin Abi Waqqash wafat dalam usia 80 tahun, pada tahun ke-54 Hijriyyah. Jasadnya kini berbaring tenang di pemakaman Baqi’, tempat jasad-jasad suci para pahlawan Badar disemayamkan.
Jumat, 29 Juli 2011
Kisah Sa’ad bin Abi Waqash
7/29/2011 03:45:00 PM
Unknown
No comments
0 komentar:
Posting Komentar